Thursday, April 24, 2025
HomeSejarah & BudayaSulah Nyanda, Rumah yang Hidup Dalam Aturan Leluhur

Sulah Nyanda, Rumah yang Hidup Dalam Aturan Leluhur

MEDIAAKU.COM – Indonesia memang sangat kaya akan budaya, salah satunya yang akan kita bahas kali ini adalah warisan budaya dari suku Baduy yang unik yaitu “Sulah Nyanda”,  rumah tradisional yang dibangun dengan prinsip kesederhanaan dan keselarasan alam.

Kami akan mengajak Anda memahami keunikan Sulah Nyanda, mulai dari bahan bangunan hingga makna filosofinya. Sulah Nyanda adalah rumah adat Suku Baduy yang terbuat dari bahan alam seperti bambu, kayu, dan daun pohon.

Nama “Sulah” berarti rumah, sedangkan “Nyanda” merujuk pada cara duduk orang Baduy yang bersandar (nyanda) saat istirahat. Hal ini tercermin dari bentuk atap rumah yang miring, menyerupai posisi tubuh saat bersandar. 

Menurut Intania Poerwaningtias dan Nindya K. Suwarto, dalam rumah adat nusantara (2017), ruumah panggung merupakan bentuk rumah adat yang paling banyak terdapat di indonesia. Rumah panggung dianggap dapat melindungi penghuninya dari banjir maupun binatang buas.

Suku Baduy sangat menghormati alam, sehingga bahan bangunan diambil langsung dari lingkungan sekitar. Bambu dan kayu digunakan sebagai kerangka, sementara atapnya terbuat dari daun pohon aren atau kirai yang dianyam. Uniknya, rumah ini dibangun tanpa paku.

Sebagai pengganti, mereka menggunakan pasak bambu dan tali dari serat alam (ijuk) untuk menyatukan bagian-bagian rumah.  Proses pembangunannya pun melibatkan seluruh warga. Menurut adat, rumah harus selesai dalam sehari sebagai simbol kebersamaan.

Posisi rumah juga tidak boleh sembarangan, harus menghadap utara atau selatan, menghindari arah matahari terbit dan terbenam yang dianggap suci.  Sulah Nyanda terdiri dari tiga bagian utama: 

1. Sosoro. Teras depan untuk menerima tamu dan kegiatan sosial.

2. Tengah Imah Ruang utama sebagai tempat berkumpul keluarga dan menyimpan pusaka. 

3. Parige. Dapur sekaligus     tempat menyimpan hasil panen.

Tinggi rumah sekitar 1,5 meter, dengan lantai dari bambu yang dianyam. Ini bukan hanya soal estetika, melainkan juga keamanan. Lantai yang renggang memungkinkan udara mengalir dan penghuni cepat menyelamatkan diri jika terjadi banjir atau serangan binatang. 

Bagi Suku Baduy, Sulah Nyanda bukan sekadar tempat tinggal. Rumah ini mencerminkan prinsip hidup mereka yaitu tidak merusak alam dan hidup sederhana.

Mereka percaya, dengan tidak menggunakan bahan modern seperti semen atau besi, mereka menjaga keseimbangan ekosistem. Selain itu, aturan adat melarang mereka mengubah desain asli rumah.

Hal ini dilakukan agar nilai-nilai leluhur tetap terjaga. Bahkan masyarakat Baduy Dalam (yang masih memegang teguh adat) tidak boleh menggunakan listrik atau teknologi modern di dalam Sulah Nyanda. 

Di era modern, Sulah Nyanda mengajarkan pentingnya hidup selaras dengan alam. Penggunaan bahan ramah lingkungan, sistem ventilasi alami, dan pembangunan partisipatif adalah contoh praktik berkelanjutan yang relevan untuk ditiru. Keberadaan Sulah Nyanda juga mengingatkan kita untuk menghargai kearifan lokal.

Meskipun terlihat sederhana, rumah ini menyimpan pengetahuan turun-temurun tentang mengelola sumber daya tanpa eksploitasi. 

Sulah Nyanda adalah bukti nyata bahwa kemajuan tidak harus menghilangkan identitas budaya. Rumah adat ini tidak hanya kokoh secara fisik, tetapi juga secara filosofis.

Dengan mempertahankannya, suku Baduy menunjukkan bahwa melestarikan tradisi dan menjaga alam bisa berjalan bersamaan. Semoga warisan seperti ini terus dihargai dan dipertahankan keberadaannya sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang luar biasa. (*/janu)

RELATED ARTICLES

Terpopular