MEDIAKKU.COM – Masyarakat Manggarai di Flores, Nusa Tenggara Timur, memiliki rumah adat bernama Mbaru Niang, berbentuk kerucut menjulang.
Menurut Dr. Yohanes S. Lon dalam bukunya yang berjudul “Mbaru Gendang, rumah adat Manggarai, Flores” memberi gambaran tentang rumah adat Mbaru Niang yang merupakan rumah tradisional suku manggarai yang berbentuk kerucut dan memiliki 5 lantai, dengan tinggi kurang lebih 15 meter. Mbaru Niang yang berarti Rumah Tinggi atau rumah kerucut berfungsi sebagai tempat tinggal keluarga yang memiliki nilai filosofis.
Rumah ini bukan sekadar tempat tinggal, melainkan simbol kebersamaan, kearifan lokal, dan hubungan harmonis dengan alam. Mari kita kenali keunikan Mbaru Niang melalui ulasan sederhana berikut ini.
Mbaru Niang terbuat dari bahan alami seperti kayu, bambu, dan atap ijuk (serat pohon aren). Uniknya, rumah ini memiliki lima tingkat yang punya fungsi berbeda:
1. Lutur (Lantai 1): Tempat keluarga tinggal dan berkumpul untuk musyawarah adat.
2. Lobo (Lantai 2): Gudang menyimpan makanan dan hasil panen.
3. Lentar (Lantai 3): Penyimpanan benih tanaman untuk musim tanam berikutnya.
4. Lempa Rurai (Lantai 4): Menyimpan benih cadangan jangka panjang.
5. Hekang Kode (Lantai 5).
Tingkat paling atas yang dianggap suci, digunakan untuk persembahan kepada leluhur. Setiap lantai menggambarkan siklus hidup manusia, dari lahir hingga kembali ke leluhur, sekaligus mengajarkan ketergantungan kita pada alam. Mbaru Niang menjadi pusat kegiatan sosial dan spiritual.
Di sini warga mengadakan ritual adat seperti Penti (syukur atas panen) atau Todo (musyawarah penting).
Rumah ini juga melambangkan persatuan keluarga besar (klan), di mana setiap anggota wajib menjaga warisan tersebut. Pembangunannya melibatkan seluruh warga salah satu bentuk gotong royong yang kini mulai jarang di temui.
Tingkat tertinggi, Hekang Kode, menjadi pengingat akan hubungan spiritual dengan leluhur. Masyarakat percaya roh nenek moyang akan melindungi mereka dari tempat ini. Meski bernilai tinggi, Mbaru Niang terancam punah.
Generasi muda lebih memilih rumah modern dari beton karena dianggap lebih praktis. Bahan alami seperti ijuk juga semakin sulit ditemui akibat penebangan hutan.
Agar tetap relevan, Mbaru Niang perlu beradaptasi tanpa kehilangan jati diri. Beberapa arsitek mencoba memadukan desain kerucut dengan material modern, seperti atap dari baja ringan, ini dapat menjadi solusi selama nilai filosofisnya tetap terjaga.
Mbaru Niang adalah simbol kebanggaan masyarakat Manggarai yang mengajarkan harmoni dengan alam dan leluhur. Pelestariannya membutuhkan kerja sama semua pihak, mulai dari warga, pemerintah, hingga generasi muda.
Seperti pesan seorang tetua Wae Rebo: Mbaru Niang adalah jiwa kami. Ia mengingatkan bahwa manusia harus rendah hati di hadapan alam. (*/janu)