MEDIAAKU.COM – Angkringan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta, Solo, dan sekitarnya.
Dikutip dari Wikipedia, Angkringan berasal dari Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah Indonesia. Gerobak angkringan biasa ditutupi dengan kain terpal plastik dan bisa memuat sekitar 8 orang pembeli
Tempat makan sederhana yang menjual nasi kucing, gorengan, sate usus, dan berbagai minuman ini tak hanya menghadirkan cita rasa khas, tetapi juga nuansa kehangatan dan kebersamaan. Asal-usul angkringan bermula dari kebutuhan untuk mendapatkan makanan murah namun mengenyangkan. Istilah “angkringan” berasal dari bahasa Jawa angkring, yang berarti duduk santai.
Warung ini biasanya berupa gerobak kayu kecil dengan lampu temaram, digelar di pinggir jalan, trotoar, atau depan toko-toko yang tutup malam hari. Identik dengan harga terjangkau dan suasana egaliter, angkringan menjadi tempat pertemuan warga dari berbagai lapisan, mulai dari buruh, mahasiswa, hingga pegawai negeri.
Tokoh penting dalam sejarah angkringan adalah Mbah Pairo, perantau dari Klaten yang mulai berjualan angkringan di Yogyakarta pada tahun 1950-an. Ia dianggap sebagai pelopor bentuk angkringan modern seperti yang kita kenal sekarang. Dari gerobak sederhana miliknya, tradisi angkringan menyebar luas hingga ke kota-kota besar lain di Indonesia, bahkan mulai merambah ke luar negeri sebagai bagian dari promosi kuliner nusantara.
Di tengah hiruk-pikuk zaman modern, angkringan menjadi simbol kesederhanaan dan kebersamaan yang langka dan merupakan cermin dari wajah masyarakat Indonesia: ramah, sederhana, dan penuh solidaritas.(*/janu)