MEDIAAKU.COM – Belakangan, dunia kerja diramaikan dengan istilah quiet quitting. Bukan berarti karyawan benar-benar berhenti bekerja, melainkan memilih untuk tidak lagi bekerja melebihi apa yang tertulis dalam kontrak.
Mereka tetap menjalankan tugas sesuai tanggung jawab, tetapi enggan lembur berlebihan, mengurangi inisiatif ekstra, dan lebih fokus menjaga keseimbangan hidup.
Fenomena ini semakin populer sejak 2022, ketika banyak pekerja membicarakannya di media sosial, terutama TikTok. Istilah ini muncul sebagai reaksi atas budaya kerja yang sering menuntut karyawan untuk selalu “all out” tanpa memperhatikan batasan.
Menurut laporan Gallup State of the Global Workplace, hanya 23% pekerja di seluruh dunia yang merasa benar-benar terikat (engaged) dengan pekerjaannya. Sisanya, banyak yang mulai mengambil jarak secara emosional dengan pekerjaan demi kesehatan mental dan kualitas hidup.
Quiet quitting bukan berarti malas, tapi lebih pada upaya menjaga work-life balance. Para ahli menyebut fenomena ini sebagai tanda bahwa generasi pekerja saat ini, khususnya milenial dan Gen Z, lebih berani menolak budaya kerja yang dianggap merugikan.
Namun, di sisi lain, perusahaan juga perlu memahami bahwa quiet quitting bisa berdampak pada produktivitas. Solusinya bukan sekadar menuntut karyawan bekerja lebih keras, melainkan membangun lingkungan kerja yang sehat, memberi apresiasi, serta membuka ruang komunikasi.
Fenomena ini menjadi pengingat bahwa dunia kerja sedang berubah. Di era modern, menjaga kesehatan mental dan kehidupan pribadi sama pentingnya dengan pencapaian karier.(*/Stephany)