MEDIAAKU.COM – Matcha adalah teh hijau bubuk yang kini dikenal luas sebagai minuman sehat dan tren gaya hidup modern. Namun, sejarahnya jauh lebih panjang, berakar dari tradisi spiritual dan budaya yang kaya.
Menurut “The Book of Tea” karya Kakuzō Okakura, teh bukan sekadar minuman, melainkan cerminan filosofi hidup yang menekankan kesederhanaan, keharmonisan, dan penghargaan terhadap momen.
Asal-usul matcha dapat ditelusuri ke Tiongkok pada masa Dinasti Tang dan Song, ketika daun teh digiling halus dan diseduh dengan cara dikocok. Praktik ini kemudian dibawa ke Jepang oleh biksu Eisai pada abad ke-12.
Dalam bukunya Kissa Yōjōki, Eisai menulis tentang manfaat teh bagi kesehatan tubuh dan pikiran, terutama untuk mendukung konsentrasi dalam meditasi. Dari sinilah tradisi minum matcha mulai berkembang di kalangan biksu Zen.
Seiring waktu, matcha tidak hanya menjadi minuman untuk meditasi, tetapi juga bagian penting dari budaya Jepang. Sen no Rikyū, seorang tokoh besar dalam sejarah teh, memformalkan upacara minum teh atau chanoyu.
Dalam chanoyu, setiap gerakan dan tata cara menyajikan matcha mengandung makna tentang kesederhanaan, rasa hormat, dan kebersamaan. Matcha bukan hanya tentang rasa, melainkan tentang menciptakan ruang keheningan dan penghargaan terhadap saat ini.
Kini, matcha telah melintasi batas budaya. Dari kedai teh tradisional Jepang hingga kafe modern di seluruh dunia, matcha hadir dalam berbagai bentuk: latte, kue, hingga es krim. Popularitasnya tidak hanya karena rasa uniknya yang lembut dan sedikit pahit, tetapi juga karena kandungan antioksidan dan manfaat kesehatannya.
Namun, di balik semua tren ini, matcha tetap membawa warisan panjang yang mengingatkan kita pada nilai kesederhanaan dan keseimbangan hidup.Dengan demikian, matcha bukan hanya minuman, melainkan cermin filosofi hidup yang mengajarkan keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan jiwa.(*/janu)