MEDIAAKU.COM – Bali dikenal dengan kekayaan budayanya yang sarat makna spiritual. Salah satu tradisi penting yang masih dijalankan hingga kini adalah otonan, yaitu upacara peringatan hari kelahiran seseorang menurut kalender Bali.
Berbeda dengan ulang tahun pada penanggalan Masehi, otonan didasarkan pada perhitungan wuku dan saptawara dalam kalender Bali yang berulang setiap 210 hari. Tradisi ini bukan sekadar perayaan, tetapi memiliki makna mendalam dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali.
Menurut I Wayan Suryani dalam buku” Upacara Tradisional Bali (2003)” , otonan dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas anugerah kehidupan, sekaligus memohon bimbingan agar yang bersangkutan selalu diberi keselamatan, kesehatan, dan keseimbangan lahir batin.
Dalam pelaksanaannya, otonan biasanya dipimpin oleh seorang pemangku atau sulinggih dengan menggunakan sarana banten sederhana. Banten itu terdiri dari canang, nasi, bunga, dan perlengkapan lain yang disesuaikan dengan kemampuan keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa esensi otonan tidak terletak pada kemewahan upacaranya, melainkan pada niat tulus ikhlas.
Selain sebagai ungkapan syukur, otonan juga menjadi momen refleksi diri. Perhitungan hari otonan dipercaya dapat mengingatkan manusia akan perjalanan hidupnya di dunia. Dengan demikian, otonan berfungsi sebagai pengingat bahwa manusia tidak hanya hidup untuk kepentingan jasmani, tetapi juga rohani.
Tradisi ini menanamkan pesan bahwa setiap manusia hendaknya selalu ingat asal-usulnya, menjaga keseimbangan antara hubungan dengan Tuhan, sesama, dan alam. Otonan menjadi momentum kecil yang menumbuhkan kesadaran besar, manusia lahir bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk memberi kebaikan bagi sesama dan alam semesta.(*/janu)