Ketua PHRI Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati
MEDIAAKU.COM – Denpasar – Pihak Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali tetap berjuang untuk memastikan bahwa status usaha spa dan mandi uap tidak dianggap sebagai tempat hiburan, meskipun Menkomarves Luhut Binsar Pandjaitan pada Rabu (17/1) lalu telah menyarankan penundaan penerapan pajak hiburan sebesar 40-75 persen.
Ketua PHRI Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati menyatakan bahwa mereka terus memperjuangkan dua hal substansial, yaitu kedudukan spa bukan bagian dari hiburan dan peningkatan pajak hiburan itu sendiri.
“Kami terus berjuang, karena ini merupakan penundaan pajak hiburan sebesar 40 persen. Sementara, dua aspek substansial yang menjadi fokus kami adalah status spa yang dianggap sebagai bagian dari hiburan dan peningkatan pajak hiburan itu sendiri,” ungkap pria yang akrab disapa Cok Ace ini, Sabtu.
Meski senang dengan dukungan pemerintah pusat, Cok Ace mengakui bahwa semangat pengusaha spa untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi tidak dapat dihentikan.
PHRI Bali, sebagai induk dari Bali Spa and Wellness Association (BSWA), khawatir bahwa penerapan pajak 40 persen akan merugikan pengusaha spa, mengingat margin keuntungan yang sudah tinggi pada rentang 25-35 persen.
Selain mendukung penundaan pajak yang diusulkan oleh Menkomarves Luhut Binsar, PHRI Bali berharap Mahkamah Konstitusi meninjau undang-undang tersebut untuk melindungi pengusaha hiburan di luar spa yang baru pulih.
Mereka juga menyoroti pertanyaan mengenai status spa/mandi uap sebagai hiburan, karena peraturan Kemenparekraf menyebutkan bahwa spa bukan bagian dari kelompok hiburan dalam sektor pariwisata.
“Jadi, kami ingin menunda pelaksanaannya terlebih dahulu karena keputusan ini berasal dari Komisi XI DPR RI sebenarnya bukan keputusan langsung dari pemerintah. Oleh karena itu, kemarin kami memutuskan untuk menundanya sambil melakukan evaluasi,” ungkapnya.
Hingga saat ini, hanya Kabupaten Badung di Bali yang secara resmi menunda penerapan pajak spa sebesar 40 persen, menetapkannya kembali pada angka 15 persen.
Cok Ace berharap kabupaten/kota lainnya akan segera mengikuti langkah tersebut, mengingat kepala daerah memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan hal tersebut.
Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, yang sepakat untuk menunda kenaikan pajak barang dan jasa tertentu juga mendapat dukungan dari PHRI Bali. Sebelumnya, BSWA yang merupakan bagian dari PHRI Bali telah menyatakan keberatannya terhadap pengenaan pajak hiburan 40-75 persen yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022. (Dea)

