Denpasar – mediaaku.com – Meskipun sudah memasuki musim kering, penggunaan teknologi laser untuk memecah awan masih marak.
Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 364/1859/Satpol PP Tahun 2023, yang mengatur penghentian sementara penggunaan lampu laser atau lampu sorot pemecah awan yang bertujuan untuk menghentikan hujan.
Langkah ini diambil untuk mengoptimalkan penanganan kebakaran di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung, sehingga diharapkan hujan akan lebih cepat memadamkan titik api. Namun, Kepala Stasiun Klimatologi Bali, Aminudin Al Roniri, menyatakan bahwa penggunaan lampu sorot sebenarnya tidak mempengaruhi turunnya hujan.
Dia mengakui bahwa pemahaman masyarakat tentang lampu sorot pemecah awan telah menjadi polemik yang berlarut-larut. Oleh karena itu, studi telah dilakukan beberapa tahun lalu untuk menilai dampak lampu sorot, dan klarifikasi telah diberikan kepada masyarakat.
“Perlu dicatat bahwa tinggi dasar awan di wilayah Bali rata-rata sekitar 400 meter. Studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa lampu sorot dengan daya 10.000 watt tidak menghasilkan panas yang signifikan dalam jarak 100 meter,” jelasnya. (25/10)
Oleh karena itu, lampu sorot tidak berpengaruh pada turunnya hujan, meskipun asumsi sebaliknya telah berkembang di masyarakat. Roniri juga menyebut bahwa ada pihak yang mungkin mendapat keuntungan dari persebaran lampu sorot tersebut, seperti penyewaan lampu sorot.
Dia memberikan contoh banjir bandang di Jembrana, di mana pemerintah tidak menggunakan lampu sorot untuk mengatasi hujan karena lampu tersebut tidak memiliki pengaruh pada curah hujan.
Kondisi saat ini, di mana hujan belum turun, adalah hasil dari musim kemarau, dan diperkirakan hujan akan kembali pada pertengahan bulan November. (Dea-Bali)