MEDIAAKU.COM – Banyak orang tua menaruh harapan besar agar anaknya berprestasi di sekolah,prestasi akademik sering dianggap sebagai jalan utama menuju masa depan cerah.
Namun, ketika harapan itu berubah menjadi paksaan, anak justru bisa kehilangan semangat belajar. Alih-alih berkembang, mereka sering merasa tertekan, takut gagal, bahkan kehilangan rasa percaya diri.
Dalam buku “The Drama of the Gifted Child” karya Alice Miller, dijelaskan bahwa anak yang tumbuh dengan tekanan berlebihan cenderung mengembangkan rasa cemas dan sulit memahami kebutuhan dirinya sendiri.
Mereka belajar untuk menyenangkan orang tua, bukan karena ingin belajar. Hal ini membuat pencapaian akademik kehilangan makna sejatinya sebagai sarana pengembangan diri.Belajar seharusnya menjadi proses yang menyenangkan.
Jean Piaget, seorang tokoh psikologi perkembangan, menekankan bahwa anak belajar paling efektif ketika mereka aktif, penasaran, dan mendapat ruang untuk bereksplorasi.
Jika anak hanya mengejar nilai demi memenuhi tuntutan orang tua, maka proses alami belajar itu terganggu. Anak mungkin memang berhasil meraih angka tinggi, tetapi secara emosional bisa merasa kosong.
Memaksa anak untuk selalu menjadi yang terbaik juga bisa menghambat perkembangan potensi lain di luar akademik. Tidak semua anak berbakat di bidang pelajaran sekolah. Ada yang lebih unggul dalam seni, olahraga, atau keterampilan sosial.
Orang tua tentu ingin yang terbaik. Namun, niat baik harus diiringi pemahaman bahwa keberhasilan tidak hanya diukur dari rapor. Mendampingi anak dengan sabar, memberi dukungan, dan menghargai usaha jauh lebih bermakna dibanding sekadar menuntut hasil.
Anak yang merasa dicintai tanpa syarat akan lebih berani mencoba, belajar dari kesalahan, dan tumbuh menjadi pribadi tangguh serta menjadi pribadi yang utuh dan bahagia.(*/janu)

