Denpasar – mediaaku.com – Pemerintah Kabupaten dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Daerah Jembrana menyatakan bahwa ada sejumlah badan usaha yang belum mendaftarkan pekerja mereka di Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan dianggur oleh pemerintah karena tercantum dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI) daerah atau iuran jaminan kesehatan nasional (JKN) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Hal ini disebutkan oleh Kepala Seksi Intelijen Kejari Jembrana, Fajar Said, bersama Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Jembrana I Kadek Wahyudi Ardika. Menurutnya, masih banyak badan usaha yang belum mendaftarkan pekerja mereka di JKN, sehingga menjadi tanggungan dari pemerintah.
Hal tersebut diungkapkan kepala seksi intelijen Kejari Jembrana Fajar Said, didampingi kasi perdata dan tata usaha negara (Datun) Kejari Jembrana I Kadek Wahyudi Ardika. Menurutnya, selama memberikan pendampingan hukum pada BPJS Kesehatan sebagai pelaksana JKN, banyak kendala yang dihadapi selama tahun 2023 ini, terutama terhadap badan usaha atau pemberi kerja.
“Kendala ini tidak jauh beda dengan tahun sebelumnya. Banyak badan usaha yang menunggak premi dan yang belum mendaftarkan pekerjanya di JKN,” ujarnya. (20/11)
Mengenai badan usaha yang menunggak, tahun lalu ada 47 usaha yang menunggak pembayaran dengan nilai mencapai puluhan juta rupiah. “Tahun ini sisa sembilan badan usaha yang menunggak,” ungkapnya.
Jumlah sebanyak 47 pemberi kerja ini, masih jauh dari jumlah yang sebenarnya di lapangan. Kendalanya, belum semua pemberi kerja terdata sesuai dengan fakta yang ada, sehingga pemberi kerja yang masih belum terdaftar terindikasi pekerjanya masih ditanggung oleh PBI Daerah. Artinya, meskipun sudah bekerja, masih terdata sebagai warga yang belum bekerja yang harus ditanggung negara.
Padahal PBI Daerah, prinsip dan tujuannya untuk membantu masyarakat miskin. Apabila warga yang sudah bekerja tidak didaftarkan badan usaha pemberi kerja, maka berpotensi pembengkakan tanggungan daerah membayar PBI.
“Pemberi kerja tidak mendaftarkan dan membayar iuran pekerjanya, karena menganggap sudah cukup ditanggung daerah. Padahal hal itu tidak boleh, ketika seseorang bekerja, maka tanggungan dari pemberi kerja,” ungkapnya.
Padahal, sesuai aturan setiap perusahaan atau pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan karyawannya sebagai peserta JKN kepada BPJS Kesehatan serta membayar iuran atau setiap bulan. “Pemberi kerja wajib menjamin kesehatan pekerja melalui upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan paliatif serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan Kesehatan pekerjanya,” ungkapnya.
Karena itu, pihaknya menekankan agar pemerintah kabupaten Jembrana dan JKN melakukan sinkronisasi data mengenai badan usaha pemberi kerja, mulai jumlah badan usaha dan jumlah pekerjanya. Sehingga, ada data yang valid mengenai penerima PBI Daerah yang sebenarnya dan alokasi PBI Daerah tidak membengkak.
Wahyudi menambahkan, berdasarkan data sementara dari pendampingan hukum yang dilakukan, para pemberi kerja di Kabupaten Jembrana khususnya LPD, BUMDES, Koperasi, dan Notaris mendaftarkan kepesertaan BPJS Kesehatan bagi pekerjanya. Berdasarkan data dari BPJS Kesehatan Cabang Singaraja,
Dari jumlah 64 LPD di Kabupaten Jembrana, sebanyak 53 LPD yang sudah mendaftar, 11 LPD yang belum mendaftar. Dari jumlah 41 BUMDes di Kabupaten Jembrana, sebanyak 25 Bumdes sudah mendaftar, dan 16 BUMDes yang belum mendaftar. Kemudian dari jumlah 223 koperasi di Kabupaten Jembrana, sebanyak 45 koperasi sudah mendaftar dan 178 koperasi belum mendaftar. Serta dari 37 notaris di Jembrana, hanya 1 notaris yang terdaftar dan sisanya 36 notaris belum terdaftar.
“Notaris ini termasuk dalam kategori badan usaha atau pemberi kerja yang wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta yang ditanggung pemberi kerja,” tegasnya. (Dea-Bali)