MEDIAAKU.COM – Bullying merupakan perbuatan yang melukai dan merendahkan baik secara fisik, verbal maupun sosial. Menurut ahli seperti Barbara Coloroso, dalam buku “The Bully, the Bullied, and the Bystander”, anak yang membully bukan sekadar berperilaku “nakal”, melainkan kerap memiliki latar belakang psikologis atau sosial yang mendukung perilaku itu.
Berikut ini lima alasan mengapa seorang anak bisa menjadi pelaku bullying, dan juga cara penanganan yang sederhana.
1.Anak membully karena ia merasa perlu menguasai atau mendominasi lingkungan sosialnya,merasa tidak berdaya di ranah lain lalu mencari “kekuatan” lewat memperlemah orang lain.
2.Kurang mendapat perhatian atau cinta yang cukup di rumah, sehingga ia mencari perhatian melalui cara negatif.
3.Tidak memiliki empati atau karena meniru model perilaku yang agresif di lingkungan,baik di rumah maupun di media sosial.
4.Rasa rendah diri atau insecure juga bisa mendorong seseorang untuk membully agar merasa lebih “unggul”.
5.Anak yang dibully atau mengalami kekerasan di rumah bisa “mempraktikkan” kembali perilaku itu di sekolah artinya pelaku pun bisa berasal dari korban.
Menangani perilaku bullying memerlukan pendekatan yang penuh pengertian dan aksi nyata. Orang tua dan guru perlu membuka ruang komunikasi misalnya tanyakan apa yang dirasakan anak, kenapa ia bertindak demikian, tanpa langsung menghujat.
Ajarkan nilai empati,misalnya dengan menanyakan kepada anak “Bagaimana jika kamu yang diperlakukan seperti itu?”. Latih keterampilan sosial dan kontrol emosi anak dalam mengelola marah atau frustrasinya dengan tidak memilih jalan bullying.
Tidak kalah penting, ciptakan lingkungan yang menolak bullying di sekolah dan rumah, harus jelas bahwa memperlemah orang lain bukanlah cara diterima untuk menyelesaikan masalah.
Ketika seorang anak telah membully, harus ada pembinaan, bukan hanya hukuman sehingga dia memahami dampak perbuatannya serta belajar cara bersikap lebih sehat.
Pada dasarnya setiap anak yang membully menampung luka dan mencari cara menyampaikannya,bukan berarti perilaku itu dibenarkan, tetapi menunjukkan bahwa di balik kekerasan lisan atau fisik ada kebutuhan yang belum terpenuhi.
Dengan kasih sayang, pengertian, dan batasan yang jelas, kita membantu mereka berubah dan membantu korban menemukan perlindungan serta keadilan. Mari kita tanamkan bahwa kekerasan bukan jalan, melainkan kebaikan dan saling menghormati yang membangun keberanian sejati.(*/janu)

