Thursday, April 24, 2025
HomeSejarah & BudayaGasing: Mainan Tradisional yang Berputar dalam Pusaran Zaman

Gasing: Mainan Tradisional yang Berputar dalam Pusaran Zaman

MEDIAAKU.COM- Pembaca setia mediaaku. Siapa sangka, sebuah benda kayu kecil yang bisa berputar di ujung jari ternyata menyimpan cerita panjang tentang budaya, filosofi, dan kekayaan lokal Indonesia.

Ya, inilah Gasing, mainan tradisional yang dulu jadi primadona anak-anak, kini mulai tergerus zaman.

Tapi jangan salah, di balik bentuknya yang sederhana, gasing punya pesona magis yang layak kita selamatkan dari kepunahan. Mari kita telusuri kisahnya.

Gasing bukan sekadar mainan. Di beberapa daerah Indonesia, seperti Kalimantan, Sumatra, dan Jawa, gasing dulunya dipakai dalam ritual adat. Suku Dayak di Kalimantan, misalnya, percaya bahwa putaran gasing bisa mengusir roh jahat.

Sementara di Jawa, gasing sering dimainkan saat panen raya sebagai simbol syukur.

Menurut Drs. I made setyananda, filosofi permainan ini menekankan pentingnya keseimbangan dalam hidup dan ketekunan dalam mencapai stabilitas

Awalnya Gasing terbuat dari biji-bijian atau tempurung kelapa, lalu berkembang menggunakan kayu keras seperti sonokeling atau trembesi. Uniknya, di Bali, gasing disebut Gangsing dan dianggap sebagai media melatih kesabaran. 

Bikin gasing itu gampang-gampang susah. Kayu dipahat bulat dengan ujung runcing, lalu diberi tali dari kulit pohon atau nilon.

Cara mainnya pun ada tekniknya:

  • Lilitkan tali pada badan gasing.
  • Lempar ke tanah sambil menarik tali cepat-cepat. 
  • Jika berhasil, gasing akan berdansa di atas tanah dengan stabil. 

Di Lombok, ada kompetisi gasing di mana pemenangnya adalah yang gasingnya berputar paling lama bisa sampai 30 menit! 

Di tengah gempuran gadget, gasing seperti kehilangan “suaranya”. Hanya segelintir komunitas, seperti Komunitas gasing nusantara di Yogyakarta, yang masih gigih mengadakan workshop dan festival tahunan.

Menurut data Kemdikbud (2022), hanya 15% anak usia SD di perkotaan yang pernah memainkan gasing. 

Tapi, harapan masih ada! Di Banjarmasin, gasing dimodifikasi dengan lampu LED dan desain kekinian untuk menarik minat generasi muda.

Kolaborasi antara seniman dan pengrajin lokal bisa jadi kunci menyelamatkan gasing dari kepunahan. Gasing bukan cuma soal nostalgia tetapi warisan budaya yang perlu dilestarikan. Caranya yang dapat dilakukan Misalnya:

  • Edukasi anak anak. Ajak anak anak membuat Gangsing sendiri.
  • Konten Kreatlf. Youtuber dan Tiktoker dapat membuat challenge misalnya :Putaran gasing terlama.
  • Dukung pengrajin. Beli langsung gasing dari pengrajin lokal misal di desa Trusmi di Cirebon atau Kasongan di Yogyakarta.

Gasing itu ibarat zaman: terus berputar, tapi tak pernah kehilangan inti. Di setiap putarannya, ada cerita tentang ketangguhan, kreativitas, dan identitas bangsa. Kalau bukan kita yang menjaga, siapa lagi?

Jangan sampai suatu hari nanti, anak cucu kita hanya mengenal gasing dari cerita dongeng. (*/janu)

RELATED ARTICLES

Terpopular