Saturday, October 25, 2025
HomeBeritaLarry Harris : Sangat Sulit Hentikan Inflasi Tanpa Resesi. JPMorgan : Akan...

Larry Harris : Sangat Sulit Hentikan Inflasi Tanpa Resesi. JPMorgan : Akan Datang Badai Bagi Perekonomian Dunia

Jakarta – mediaaku.com – Menanggapi Kenaikan inflasi di Amerika Serikat yang kini sebesar 8,3 persen, mantan kepala ekonom SEC yang juga akademisi dari University of Southern California Marshall School of Business, Larry Harris, menyebutkan bahwa resesi memang diperlukan. Ini untuk menjinakkan inflasi Amerika Serikat yang tinggi.

“Apakah kita akan mengalami resesi? Sangat mungkin. Sangat sulit untuk menghentikan inflasi tanpa resesi.” ujar.Larry Harris, yang disadur dari CNBC International.

“Kenaikan suku bunga menghambat pengeluaran dengan meningkatkan biaya pembiayaan,” terang Harris.

Sementara CEO JPMorgan Jamie Dimon memperingatkan akan datangnya badai bagi perekonomian dunia. Ia bahkan menyebut saat ini pihaknya sudah mempersiapkan apabila krisis ini benar-benar terjadi.

Dimon menjelaskan, ada beberapa faktor yang menyebabkan, termasuk inflasi yang tinggi akibat perang Rusia dan Ukraina, dan gangguan rantai pasok energi dan bahan pangan akibat pandemi Covid-19.

Dimon kemudian menjelaskan ketakutan besarnya yang mungkin bermuara pada badai ekonomi ini. Pertama, ia menyebut The Fed telah memberi isyarat akan membatalkan program pembelian obligasi daruratnya dan menyusutkan neraca keuangannya.

Nantinya, apa yang disebut pengetatan kuantitatif atau QT, dijadwalkan akan dimulai bulan ini dan akan meningkat hingga US$ 95 miliar per bulan dalam pengurangan kepemilikan obligasi.

“Kami belum pernah memiliki QT seperti ini, jadi Anda sedang melihat sesuatu yang bisa Anda tulis dalam buku sejarah selama 50 tahun,” ujarnya.

“Bank sentral tidak punya pilihan karena terlalu banyak likuiditas dalam sistem. Mereka harus menghilangkan sebagian likuiditas untuk menghentikan spekulasi, mengurangi harga rumah dan hal-hal seperti itu.”

Kemudian, faktor besar lainnya yang mengkhawatirkan Dimon adalah perang Ukraina dan dampaknya terhadap komoditas, termasuk pangan dan bahan bakar. Ia menyebut akibat perang ini, harga minyak berpotensi naik hingga mencapai US$ 150 atau US$ 175 per barel.

“Kami tidak mengambil tindakan yang tepat untuk melindungi Eropa dari apa yang akan terjadi pada minyak dalam jangka pendek.”

The Fed sendiri telah mengambil langkah untuk menaikkan suku bunga 50 basis poin di bulan Juli dan Juli untuk menekan inflasi. Pasalnya, dalam data terbaru inflasi di AS telah mencapai 8,3%.

Biro Statistik dan Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi AS mencapai 8,3% dan mendorong konsumen ke pinggir jurang. 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Terpopular