MEDIAAKU.COM – Salah satu kendala orang tua dalam hubungan dengan anak adalah ketika anak merasa malas untuk menceritakan apa yang di alaminya sebagai suatu masalah. Keterbukaan anak terhadap orang tua dalam membicarakan masalah yang dihadapinya merupakan fondasi penting dalam hubungan keluarga yang sehat.
Menurut Dr. Seto Mulyadi (Kak Seto), psikolog dan pemerhati anak, mengatakan bahwa komunikasi yang baik antara orang tua dan anak sangat penting untuk menciptakan keterbukaan dan komunikasi yang positif, dimana hal ini memungkinkan anak untuk lebih terbuka dalam keinginannya mengungkap perasaan, pengalaman dan pemikirannya.
Namun, tidak semua anak merasa nyaman atau mampu membagikan perasaan dan pikirannya secara terbuka. Banyak faktor yang memengaruhi hal ini, mulai dari pola asuh, lingkungan sosial, hingga kemampuan anak dalam mengenali dan mengekspresikan emosinya.
Lalu, bagaimana orang tua bisa menciptakan suasana yang mendorong anak untuk lebih terbuka. Ada beberapa cara, antara lain:
1. Membangun kepercayaan dan rasa aman.
Anak akan lebih mudah terbuka jika ia merasa aman secara emosional. Jangan menghakimi, menyalahkan, atau meremehkan saat anak menceritakan masalahnya. Karena pada dasarnya rasa aman ini menjadi penting agar anak percaya bahwa orang tuanya adalah tempat yang nyaman untuk berbagi. Jadilah Pendengar yang baik dan sebaiknya tidak terburu-buru memberi solusi atau menanggapi dengan nada marah saat anak menceritakan sesuatu yang tidak menyenangkan.
2. Menjadi Pendengar yang Aktif.
Dengarkanlah masalah anak dengan serius dan perhatikan ekspresinya. Terkadang seorang anak tidak selalu membutuhkan jawaban atau solusi langsung, kadang mereka hanya ingin didengarkan. Usahakan agar tidak menginterupsi atau memotong cerita anak, jangan sibuk dengan ponsel, tunjukan dengan sikap yang serius, usahakan tidak memotong cerita mereka. Sikap ini memperlihatkan bahwa Anda menghargai apa yang mereka katakan.
3. Jangan Menyepelekan Masalah Anak
Masalah yang menurut orang tua tampak sepele bisa jadi sangat berarti bagi anak. Misalnya: saat anak merasa sedih karena bertengkar dengan teman, orang tua sebaiknya tidak merespons dengan, “Ah, itu hal kecil, nanti juga baikan sendiri”. Kalau kita anggap remeh, anak akan merasa tidak dimengerti, dan akhirnya enggan berbagi lagi di masa depan sebaliknya dengan merespons dengan empati seperti, “Ibu tahu kamu pasti sedih, mau cerita lebih banyak?” akan membantu anak merasa dipahami.
4. Berbagi Pengalaman Pribadi
Anak-anak belajar melalui contoh. Orang tua yang terbiasa bercerita tentang harinya, kesulitan yang dihadapi, dan bagaimana mereka mengatasinya. Ini akan akan membantu anak merasa bahwa berbagi adalah hal yang wajar. Hal Ini membangun pola komunikasi dua arah yang sehat.
Menurut Joseph Luft dan Harry Ingham, ahli psikologi dari University of California dalam teori “Jendela Johari” mengatakan bahwa keterbukaan diri seseorang dapat mempengaruhi hubungan termasuk hubungan anak dan orang tua.
5. Sabar dan Konsisten
Membuka komunikasi dengan anak tidak bisa instan. Terlebih jika sebelumnya sudah terbangun jarak emosional. Diperlukan kesabaran dan konsistensi untuk membangun kembali kedekatan itu. Adakan waktu khusus untuk mengobrol tanpa gangguan, misalnya saat makan malam atau sebelum tidur.
6. Kenali Tanda-Tanda Tidak Langsung
Kadang anak tidak langsung menceritakan masalahnya, tetapi menunjukkan perubahan perilaku, seperti menjadi lebih pendiam, mudah marah, atau menarik diri dari aktivitas yang biasanya ia sukai. Orang tua perlu peka terhadap tanda-tanda dan melakukan pendekatan sehubungan dengan perubahan sikap tersebut.
Mendorong anak bercerita adalah proses dan memerlukan komitmen orang tua dalam membangun kepercayaan anak. Dengan kesabaran dan konsistensi hubungan anak dan orang tua tidak hanya semakin erat tapi juga menjadi tempat pulang bagi anak untuk berbagi dan menemukan solusi bersama. (*/janu)