MEDIAAKU.COM – Nasi goreng adalah salah satu ikon kuliner Indonesia yang sangat populer, tetapi akar sejarahnya sebenarnya cukup kompleks dan melibatkan interaksi budaya yang panjang.
Menurut sejarawan Fadly Rahman dalam bukunya “Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia”, nasi goreng modern di Indonesia dipengaruhi oleh tradisi memasak orang Tionghoa yang membawa kebiasaan menggoreng nasi dingin agar tidak terbuang.
Praktik menggoreng nasi bekas sudah ada sejak ribuan tahun di Tiongkok. Ketika imigran Tionghoa menetap di wilayah Nusantara, mereka membawa praktik kuliner ini dan secara bertahap beradaptasi dengan bahan lokal.
Di Indonesia, nasi goreng berevolusi menjadi hidangan mandiri dengan tambahan kecap manis, rempah-rempah, dan lauk seperti telur, daging, atau udang. Pengaruh lokal inilah yang membuat nasi goreng berbeda dari versi Tionghoa.
Selain itu, ada juga teori bahwa nasi goreng terinspirasi dari hidangan Timur Tengah, seperti pilaf,nasi yang dimasak dalam kaldu berbumbu yang diperkenalkan lewat jalur perdagangan.
Bukti tertulis mengenai nasi goreng dalam konteks kolonial juga ditemui. Resep nasi goreng pernah tercatat dalam buku masakan zaman Hindia Belanda, misalnya dalam “Groot Nieuw Volledig Oost Indisch Kookboek oleh J. M. J. Catenius-Van Der Meijen (1925)”. Melalui cerita perjalanan nasi goreng, kita bisa belajar bahwa identitas dan warisan budaya tidak muncul dalam ruang hampa.
Budaya kuliner adalah hasil dari pertemuan antarbudaya, adaptasi, dan kreativitas. Nasi goreng mengajarkan nilai penghargaan atas asal-usul sekaligus kemampuan berinovasi: dari tradisi Tionghoa dan pengaruh Timur Tengah, kemudian bertransformasi menjadi hidangan khas Indonesia yang dikenal di berbagai lapisan masyarakat.
Konsep mengolah sisa nasi menjadi hidangan lezat menumbuhkan kesadaran untuk tidak menyia-nyiakan makanan. Dari sini kita diingatkan bahwa kebijaksanaan sederhana dalam keseharian bisa menciptakan sesuatu yang bermakna, berguna, dan kaya nilai budaya.(*/janu)

