Tuesday, October 21, 2025
HomeBeritaPrabowo-Gibran Belum Ada Kepastian, Masalah Ini Penyebabnya

Prabowo-Gibran Belum Ada Kepastian, Masalah Ini Penyebabnya

Jakarta – mediaaku.com – Hingga saat ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum mengumumkan jadi tidaknya untuk merevisi Peraturan KPU menyangkut pencalonan Presiden-Wakil Presiden seusai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dibacakan pada Senin (16/10/2023). Sebab, KPU harus berkonsultasi dengan DPR RI sebelum mengubah PKPU. 

Menurut Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie kepada wartawan Selasa (17/10/2023) tanggapan KPU ini harus segera dilakukan setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberi peluang Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres.

Berdasarkan PKPU nomor 19 tahun 2023 pendaftaran capres-cawapres berlangsung pada 19-25 Oktober 2023. Dengan begitu, KPU hanya punya waktu 3 hari untuk bisa mengubah peraturan itu sejak putusan MK dibacakan.

Dalam PKPU Pada pasal 13 tentang persyaratan calon di ayat 1 poin Q juga menyebutkan syarat capres dan cawapres minimal berusia 40 tahun. Perubahan peraturan itu membyat KPU RI diwajibkan berkonsultasi dengan DPR RI dan Pemerintah. 

“Dalam UU Pemilu PKPU itu diwajibkan harus didahului dengan konsultasi dengan DPR dan pemerintah, itu ada kewajiban konsultasi, nah pertanyaannya konsultasinya itu sempet nggak?” kata Jimly.

Hasil konsultasi itu memang tak mengikat KPU, sehingga KPU tidak wajib mengikuti pendapat DPR. Hanya saja, KPU RI menurutnya, segan kalau tak mengikuti pendapat DPR RI secara mayoritas.

“Tapi dalam praktik enggak begitu, KPU itu takut nggak ngikutin pendapat DPR mayoritas, sehingga timbul problem soal independensi KPU, sanggup nggak mereka mengikuti putusan MK itu dengan mengubah PKPU dengan mengabaikan pendapat DPR,” ujar Jimly.

Jimly pun menyoroti proses konsultasi KPU dengan DPR pasti menuai badai protes. Di antaranya dari fraksi parlemen yang berkoalisi dengan partai pendukung capres yaitu PDIP, PPP, Nasdem, PKB, PKS dan Demokrat.

“Kalau dikumpulkan dua kubu. Kubu AMIN (Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar) yakni Nasdem, PKB, PKS Ini pada marah semua ini sekarang dengan putusan MK itu. Nah kubu kedua PDIP plus PPP juga marah dengan putusan MK ini dan jumlahnya dua kubu ini sudah 54 persen,” ucap Jimly. 

Sehingga Jimly pesimistis KPU RI bakal berani mengambil lompatan jauh dengan mengubah PKPU.  “Karena waktunya sudah terlalu mepet, kecuali KPU berani langsung dia ubah tanpa konsultasi atau kalau konsultasi tidak mengikat,” ujar Jimly. 

Dalam hal ini, Jimly mendorong DPR dan Pemerintah mengkaji stabilitas sistem aturan. Jimly mengajak DPR dan pemerintah bijak mengambil sikap atas putusan MK ini. 

“Supaya dia tidak bertindak di atas kepentingan permainan hidup yang pragmatis sektoral, tapi dia memikirkan bangsa,” ujar Jimly. 

Diketahui MK memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal capres dan cawapres pada Senin (16/10/2023). Enam gugatan ditolak.

Tetapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK. 

“Mengadili mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK pada Senin (16/10/2023). 

MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan “berusia paling rendah 40 tahun” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

“Sehingga pasal 169 huruf q selengkapnya berbunyi : berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah,” ujar Anwar.

Ketika pertimbangan hukum hakim MK dibacakan, ditegaskan bahwa putusan tersebut berlaku pada Pilpres 2024. 

“Ketentuan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagaimana dimaksud dalam putusan a quo berlaku mulai pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 dan seterusnya,” kata Hakim MK Guntur Hamzah.

Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang mengatakan, bahwa putusan MK terkait syarat dan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden hanya bisa diterapkan bila Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) direvisi.

“Ini hanya bisa diberlakukan ketika UU Pemilu direvisi karena MK bukan fungsi legislasi, maka keputusan MK ini tidak bisa berlaku otomatis sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011,” kata Junimart di Jakarta, Selasa.

Karena itu, katanya, KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) selaku penyelenggara pemilu tidak bisa melakukan perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait dengan muatan materi “pernah atau sedang menjadi kepala daerah” sebelum UU Pemilu direvisi terlebih dahulu.

“Sebelum UU Pemilu diubah, siapa pun yang dimaksud dengan sedang atau pernah menjadi kepala daerah selama usia belum mencapai 40 tahun tidak bisa didaftarkan ke KPU,” ujarnya.

Sebab, kata dia, MK tidak memiliki fungsi legislasi sehingga apa yang memutuskan tidak otomatis menjadi hukum, meski bersifat final dan mengikat ( final and binding ). “Karena MK tidak memiliki fungsi legislasi maka apa yang memutuskan tidak otomatis menjadi hukum. DPR dan bersama Pemerintah harus melakukan revisi UU Pemilu Presiden terlebih dahulu dengan memasukkan klausul pernah atau sedang menjabat kepala daerah,” tuturnya.

Junimart juga menilai MK telah menempatkan dirinya sebagai legislator dalam memutus perkara uji materi UU Pemilu terkait syarat dan batas usia capres dan cawapres. “Itu kan maunya mereka (MK yang mengeluarkan putusan terkait pada Pemilu 2024), sesuai hukum MK sudah melakukan fungsi legislasi yang bukan kewenangannya. Pembuat UU adalah DPR bersama pemerintah, bukan MK,” ujarnya.

Menurut dia, MK hanya berhak menyatakan apakah suatu undang-undang bertentangan dengan konstitusi atau tidak. “Ketika MK mengambil materi muatan baru yang tidak tercantum dalam materi pokok UU yang sedang diuji, yakni ketentuan baru pernah atau sedang menjawab sebagai kepala daerah, maka mahkamah telah melampaui kewenangan-nya atau ultra petita,” kata dia.

KPU RI sudah merespons putusan MK yang membolehkan seseorang yang pernah atau sedang jadi kepala daerah maju di Pilpres 2024 tanpa batas usia. Ketua KPU RU, Hasyim Asyari, mengatakan, akan menyurati DPR dan pemerintah.

“KPU akan meresponsnya dengan cara berkirim surat kepada dua pihak, karena dalam UU Pemilu dalam pembentukan PKPU harus berkonsultasi kepada DPR dan pemerintah,” kata Hasyim, Senin (16/10/2023).

Sayangnya, KPU RI belum memberikan data pasti kapan surat tersebut akan dikirimkan ke pemerintah dan DPR RI. Apalagi, DPR RI saat ini memasuki masa reses sejak 4 Oktober dan baru berakhir pada 30 Oktober 2023 nanti.

Sedangkan, pendaftaran capres-cawapres sudah akan dibuka KPU RI mulai 19 Oktober dan akan berakhir pada 25 Oktober 2023. Hal itu sesuai PKPU 19/2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam surat itu, ia menerangkan, KPU RI akan menyampaikan perkembangan putusan MK tersebut kepada pemerintah dan DPR, dalam hal ini Komisi II. Tentu dengan merujuk kepada norma-norma yang ada dalam amar putusan MK.

“Kami sampaikan ke pemerintah dan DPR dalam rangka, apa namanya, bagaimana sikap untuk, apa istilahnya, menindaklanjuti putusan MK tersebut,” ujar Hasyim.

Saat ini, ia menyampaikan, KPU akan melakukan kajian terhadap apa yang menjadi amar dalam putusan MK tersebut. Kemudian, dilakukan penyesuaian norma yang ada dalam PKPU 19/2023 tentang pendaftaran capres-cawapres.

“Nanti akan kami menyusun draf perubahan atau revisi Peraturan KPU tersebut dan akan kami sampaikan kepada pemerintah dan DPR, Komisi II dalam waktu dekat,” kata Hasyim.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal capres dan cawapres pada Senin (16/10). (*hvs)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Terpopular