MEDIAAKU.COM – Pemerintah menegaskan komitmennya untuk terus menjadikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai instrumen utama dalam menjaga stabilitas harga serta daya beli masyarakat. Hingga 31 Agustus 2025, realisasi subsidi dan kompensasi yang telah disalurkan mencapai Rp218 triliun atau sekitar 43,7 persen dari pagu tahun ini.
Melansir dari laman Kemenkeu, Rabu (1/10/2025) Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta. Ia menyebutkan bahwa alokasi subsidi dan kompensasi pada 2025 ditetapkan sebesar Rp498,8 triliun, dengan realisasi hingga Agustus telah mencapai hampir separuh dari total anggaran tersebut.
Menurut Menkeu, besarnya angka realisasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti fluktuasi harga minyak mentah dunia (ICP), pelemahan nilai tukar rupiah, serta meningkatnya permintaan terhadap barang dan jasa yang disubsidi. Walaupun sejak 2022 telah dilakukan penyesuaian harga BBM dan tarif listrik, harga yang dibayar masyarakat masih berada di bawah harga keekonomian berkat intervensi APBN.
Sebagai contoh, harga Pertalite yang dijual Rp10.000 per liter seharusnya bernilai Rp11.700 per liter, sehingga selisih Rp1.700 ditanggung negara. Untuk solar, masyarakat hanya membayar Rp6.800 per liter, sementara harga keekonomiannya Rp11.950, sehingga APBN harus menutup selisih Rp5.150 atau sekitar 43 persen. Sementara itu, LPG 3 kg masih menerima subsidi sekitar 70 persen dari harga sebenarnya.
“Skema ini merupakan bentuk keberpihakan fiskal pemerintah. Namun, mekanismenya akan terus ditinjau agar lebih tepat sasaran dan adil,” tegas Purbaya.
Data Kementerian Keuangan juga menunjukkan adanya peningkatan konsumsi pada berbagai komoditas bersubsidi. Hingga Agustus 2025, konsumsi BBM naik 3,5 persen, LPG melonjak 3,6 persen, pelanggan listrik bersubsidi bertambah 3,8 persen, dan penggunaan pupuk meningkat signifikan hingga 12,1 persen.
Menkeu menilai tren tersebut menegaskan bahwa subsidi berperan penting dalam menjaga daya beli dan menstabilkan harga. Namun, lonjakan volume konsumsi juga menuntut perhatian ekstra agar kebijakan subsidi dapat lebih terkendali serta tepat sasaran.(*/Stephany)