MEDIAAKU.COM – Anggota DPR nonaktif dari Fraksi PAN, Surya Utama atau yang lebih dikenal sebagai Uya Kuya, menyatakan rasa hormatnya terhadap keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang menyebut dirinya tidak melanggar etik terkait aksi joget yang dilakukan saat Sidang Tahunan MPR beberapa waktu lalu.
Melansir CNN Indonesia, Kamis (6/11/2025) Uya mengapresiasi keputusan tersebut dan menilai MKD telah bekerja secara profesional dan objektif, dengan mempertimbangkan seluruh bukti serta keterangan dari para ahli dan saksi.
“Saya melihat MKD sangat profesional dan objektif. Putusannya benar-benar berdasar pada fakta dan keterangan saksi ahli yang sudah dihadirkan,” ujar Uya usai mengikuti sidang di kompleks parlemen.
Setelah putusan itu, Uya menyampaikan bahwa dirinya kini menunggu keputusan mahkamah partai untuk menentukan langkah selanjutnya, termasuk kemungkinan kembali aktif menjalankan tugas sebagai anggota DPR.
“Saya serahkan sepenuhnya kepada mahkamah partai,” tambahnya.
Dari total lima anggota DPR yang menjadi teradu dalam kasus ini, dua orang yakni Uya Kuya dan Adies Kadir, dinyatakan tidak bersalah. Sementara tiga lainnya, yaitu Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, dan Eko Patrio, dikenai sanksi nonaktif selama 3 hingga 6 bulan, sesuai keputusan masing-masing partai.
MKD menjelaskan bahwa aksi joget Uya Kuya saat sidang pada 15 Agustus lalu tidak dimaksudkan untuk melecehkan siapapun maupun merayakan kenaikan gaji DPR. Berdasarkan keterangan ahli, momen tersebut tidak berkaitan dengan isu kenaikan gaji karena dalam sidang tahunan MPR-DPR tidak ada pengumuman semacam itu.
Sementara itu, berbeda dengan Uya, Eko Patrio mendapat sanksi empat bulan nonaktif. MKD menilai Eko justru memperkeruh situasi karena menanggapi kritik publik dengan membuat parodi di media sosial.
“Mahkamah menilai bahwa Surya Utama atau Uya Kuya justru merupakan korban dari pemberitaan yang tidak benar,” ungkap Wakil Ketua MKD, Imron Amin.
Dengan keputusan ini, MKD menegaskan pentingnya menilai setiap kasus secara proporsional dan berdasarkan fakta, bukan semata pada opini publik yang berkembang di media sosial.(*/Stephany)

