Thursday, April 24, 2025
HomeMusikVinyl Comeback: Mengapa Generasi Z Jatuh Cinta Pada Piringan Hitam?

Vinyl Comeback: Mengapa Generasi Z Jatuh Cinta Pada Piringan Hitam?

MEDIAAKU.COM – Halo pembaca Mediaaku, Yuk, kita bahas mengenai ” Mengapa Generasi Z Jatuh Cinta pada Piringan Hitam?

Di tengah dominasi platform streaming seperti Spotify dan Apple Music, piringan hitam alias vinyl mengalami kebangkitan yang mengejutkan, terutama di kalangan Generasi Z. Anak muda yang lahir di era digital ini justru terpikat pada medium analog yang dulu dianggap usang.

Dilansir dari “Vinyl Record are Making a Come Back”, penjualan vinyl global melonjak lebih dari 20% pada 2024, dengan sebagian besar pembeli berusia di bawah 30 tahun. Bagi mereka, vinyl bukan sekadar alat pemutar musik, melainkan pengalaman sensorial yang menawarkan keintiman yang sulit ditandingi file MP3.

Suara hangat dengan sedikit derit khas, ditambah ritual memilih dan memutar piringan, menciptakan hubungan emosional yang mendalam dengan musik.

Faktor nostalgia memainkan peran besar, meski Generasi Z tidak hidup di era storan kaset. Banyak dari mereka melihat vinyl sebagai jembatan ke masa lalu, menghidupkan romantisme era 70-an atau 90-an yang mereka kenal lewat film, media sosial, atau cerita orang tua.

Berdasarkan laporan “The Resurgence of Vinyl in Digital Age”, tokoh seperti Taylor Swift dan Billie Eilish turut mendorong tren ini dengan merilis album dalam format vinyl edisi terbatas, lengkap dengan desain estetis yang Instagramable. Koleksi vinyl jadi simbol status di kalangan penggemar, sekaligus cara untuk mendukung artis favorit secara langsung.

Tak heran, toko-toko rekaman independen kini ramai dikunjungi anak muda yang berburu edisi langka, dari album K-Pop hingga indie lokal.

Namun, ada sisi lain yang tak kalah menarik: vinyl menawarkan jeda dari kecepatan dunia digital. Di era di mana lagu bisa di-skip dalam hitungan detik, memutar vinyl menuntut kesabaran dan perhatian penuh. Sesuatu yang dirindukan di tengah banjir informasi.

Generasi Z, yang kerap merasa kewalahan oleh algoritma dan distraksi online, menemukan ketenangan dalam proses analog ini. Komunitas penggemar vinyl di media sosial juga memperkuat tren ini, dengan hashtag seperti #VinylVibes yang memamerkan koleksi dan turntable vintage.

Fenomena ini mencerminkan keinginan untuk keterhubungan yang lebih autentik, baik dengan musik maupun sesama penggemar.

Meski begitu, kebangkitan vinyl tak lepas dari tantangan. Harga piringan hitam yang relatif mahal, bisa mencapai ratusan ribu rupiah untuk satu album, dan keterbatasan produksi sering jadi kendala.

Belum lagi, proses pembuatan vinyl yang kurang ramah lingkungan memicu kritik dari sebagian aktivis muda. Namun, bagi Generasi Z, nilai yang ditawarkan vinyl jauh melampaui kekurangannya. Ini bukan sekadar tren sesaat, melainkan pernyataan budaya: Di dunia yang serba cepat dan seragam, vinyl adalah cara mereka merayakan individualitas dan keindahan yang tak sempurna dari musik.(*/Terry)

RELATED ARTICLES

Terpopular