MEDIAAKU.COM – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, memberikan catatan tentang mewaspadai daya beli masyarakat yang terus merosot. Menurut Bambang melemahnya daya beli dan menurunnya konsumsi masyarakat akibat naiknya harga barang dan jasa.
“Ketika setiap orang atau keluarga terdesak untuk memenuhi kebutuhan yang tak terhindarkan, dia akan menguras tabungan atau mencari pinjaman dengan bunga tinggi,” cetus Bambang pada tulisannya, yang dimuat di instagram pribadinya dan di tempo.co, Sabtu, 8 Juni 2024.
Menurutnya, ketika harga beras dan beberapa bahan pangan lainnya mengalami kenaikan, semua keluarga tentu harus mengeluarkan lebih banyak uang atau biaya (cost push) untuk bisa menyediakan kebutuhan makan di rumah.
“Konsumsi masyarakat sebagai faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi hendaklah jangan diperlemah. Sebaliknya, negara patut menjabarkan dan menerapkan kebijakan yang berfokus pada merawat dan memperkuat daya beli masyarakat,” ujar Bambang Soesatyo, Dosen Pascasarjana Universitas Borobudur, Trisakti, Jayabaya dan Universitas Pertahanan ini.
Karena itu lanjutnya, kecenderungan naiknya harga bahan pangan akhir-akhir ini harus direspons pemerintah dengan kebijakan yang tepat guna menghindari laju inflasi.
“Jika Inflasi jauh dari takaran moderat akan berdampak pada kesulitan bagi kehidupan semua orang. Sebab inflasi yang ekstrim membuat semua orang tanpa kecuali, dipaksa harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk mendapatkan atau membeli barang dan jasa, sementara pada saat yang sama nilai pendapatan atau penghasilan per orang maupun keluarga tetap alias tidak mengalami kenaikan,” ungkap Bambang.
Hal-hal inilah menurut Bambang, yang membuat orang mengurangi daya beli, ketika regulator terlihat tidak sungguh-sungguh mengendalikan laju inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang dan jasa, maka setiap orang atau keluarga akan sampai pada keputusan untuk menahan diri dengan mengurangi pengeluaran atau belanja konsumtif.
“Artinya, konsumsi masyarakat menurun karena melemahnya daya beli akibat naiknya harga barang dan jasa. Ketika setiap orang atau keluarga terdesak untuk memenuhi kebutuhan yang tak terhindarkan, dia akan menguras tabungan atau mencari pinjaman dengan bunga tinggi,” jelasnya.
Lantas Bambang mencemaskan setelah adanya pernyataan resmi Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi, pada Senin, 18 Maret 2024, yang mengungkap bahwa harga beras kemungkinan masih bertahan diharga saat ini. “Artinya harga beras sulit turun,” lanjutnya.
Dia juga menjelaskan bahwa biaya produksi petani sekarang sudah naik. Ada sejumlah faktor yang membentuk harga gabah, antara lain biaya tenaga kerja, kemudian biaya sewa lahan, pupuk dan benih.
Ia menjelaskan, persoalan riel yang mengemuka adalah seberapa besar dampak tingginya harga beras saat ini terhadap laju inflasi sekarang dan bulan-bulan mendatang. Mahalnya harga beras dan bahan pangan lain saat ini sudah pasti berkontribusi pada laju inflasi.
Karena itu, kata Bambang, faktor ini tidak boleh disederhanakan karena pada akhirnya akan berdampak negatif pada kesejahteraan masyarakat. Selain itu faktor inflasi tinggi juga memperlemah atau menggerus daya beli masyarakat, karena tingginya harga bahan pangan yang tidak diikuti oleh kenaikan penghasilan konsumen atau keluarga.
“Inilah yang harus dipikirkan bahwa konsumsi rumah tangga sebagai menyumbang dan merawat pertumbuhan ekonomi nasional, dan ini sudah terbukti,” ujarnya.
Dia mengatakan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian nasional pada kuartal IV tahun 2023 bisa tumbuh 5,04 persen berkat kekuatan belanja rumah tangga, meliputi konsumsi, transportasi dan komunikasi, serta restoran dan hotel. Kontribusi belanja rumah tangga terhadap pertumbuhan pada kuartal IV-2023 itu mencapai 2,36 persen
Menurutnya, jika sebagian besar belanja rumah tangga saat ini harus dialokasikan untuk beras dan bahan pangan lain yang harganya sedang mahal, maka kebutuhan lainnya tentu saja tidak diutamakan atau ditunda.
“Kenaikan harga beras dan bahan pangan lain saat ini hendaknya segera ditanggapi dengan kebijakan serta langkah-langkah yang tepat guna. Ingat bahwa penghasilan per kapita masyarakat tidak naik di tengah kenaikan harga bahan pangan,” jelaanya.
Karena itu menurut Bambang, salah satu opsi yang paling mungkin untuk merespons persoalan ini adalah intervensi pemerintah dengan mensubsidi harga beras. Kalau pemerintah bisa mensubsidi bahan bakar minyak (BBM), subsidi bahan pangan tentunya jauh lebih penting.
Selain itu, jauh lebih penting adalah merawat daya beli masyarakat dan kekuatan konsumsi rumah tangga sebagai salah satu faktor penyangga pertumbuhan ekonomi nasional. (*)
  


