Monday, October 27, 2025
HomePolitikPerang Konten Dunia Maya Jelang Pemilu dan Pilpres 2024

Perang Konten Dunia Maya Jelang Pemilu dan Pilpres 2024

Jakarta – mediaaku.com – Sejak Partai Nasional Demokrat (NasDem) mengumumkan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden, gesekan yang berakar pada pembelahan politik kubu Kampret dan Cebong di jagat maya kembali memanas.

Partai NasDem yang pada Pemilu Presiden 2019 pendukung Presiden Joko Widodo mendadak ketiban sebutan baru: Nasdrun. Pelabelan pejoratif nan tidak sehat ini layak diwaspadai karena bisa jadi merupakan sinyal pelanggengan polarisasi politik warisan masa lalu.

Setiap partai politik memiliki hak untuk mencalonkan siapa pun yang dianggap kompeten dan tidak bermasalah dengan hukum untuk dicalonkan sebagai pemimpin. NasDem pun punya kalkulasi dan pertimbangan memilih Anies Baswedan sebagai bakal capres.

Namun Pilkada DKI Jakarta 2017 memang menyisakan perseteruan yang berlanjut pada Pemilu Presiden 2019. Meski dua hajatan akbar pemilihan langsung tersebut sudah berakhir, pelabelan dua kubu yang saling merendahkan tersebut belum lenyap. Setidaknya, dua kubu tersebut masih berseteru, terutama di dunia maya.

Keputusan NasDem mengusung Anies sebagai bakal calon presiden menjadi penyulut besar bagi kedua kubu untuk kembali melanjutkan perseteruan di palagan dunia maya. Sangat bisa jadi perang konten yang berisi kata-kata, audio visual, hingga meme, bakal kian memanas bersamaan dengan datangnya tahun politik pada 2023 hingga 2024.

Perseteruan dua kubu–sebagian di antaranya harus diselesaikan melalui pengadilan—semula diperkirakan bakal mereda lalu lenyap ditelan waktu. Namun, prediksi tersebut salah. Ternyata dua kubu, baik yang jagoannya menang atau kalah, tetap memelihara energi dan pikiran untuk melanjutkan perang konten hingga hari ini.

Menurut catatan Bareskrim Polri, sepanjang Januari – Mei 2022 saja, ada 33 perkara ujaran kebencian yang ditangani kepolisian. Memanasnya suhu politik dikhawatirkan bakal dibarengi dengan kenaikan produksi ujaran kebencian.

Oleh karena itu mencuat kecemasan pada Pemilu 2024, polarisasi politik seperti terjadi pada pemilu sebelumnya akan kembali terulang. Ada kekhawatiran pula isu politik identitas dan SARA akan kembali mewarnai perjalanan menuju Pemilu 2024.

Sebelum bara dalam sekam tersebut membesar, sudah seharusnya disiapkan mitigasi agar semua rambu dipastikan dipatuhi oleh aktor-aktor politik beserta pendukungnya.

Ancaman pidana seperti tertuang dalam UU ITE atau KUHP tampaknya bukan menjadi sesuatu yang menggentarkan. Satu pelaku ujaran kebencian masuk bui, tak lama kemudian muncul lagi produsen hate speech. Seolah ada energi berlebih untuk merisak kubu lain.

Lazimnya di negara demokrasi, setiap kontestasi politik selalu dibarengi dengan persaingan keras dan sengit. Kekuasaan memang menjadi magnet besar bagi banyak orang untuk merengkuhnya. Kalaupun tidak bisa, paling tidak masih memiliki kesempatan berada di lingkar kekuasaan. Karena, dari arena inilah mereka bisa mendapatkan akses di berbagai bidang.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Terpopular