Friday, May 16, 2025
HomeSejarah & BudayaTari Likurai, Warisan Budaya yang Menjaga Napas Tanah Belu

Tari Likurai, Warisan Budaya yang Menjaga Napas Tanah Belu

MEDIAAKU.COM – Pembaca setia mediaaku, salah satu tarian dari Nusantara yang berasal dari Nusa Tenggara Timur, sangat estetik dan memiliki nilai sejarah adalah “Tari Likurai”

Tari Likurai adalah tarian tradisional yang berasal dari Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Tarian ini biasanya dibawakan oleh perempuan sebagai bentuk penyambutan tamu kehormatan atau dalam upacara adat.

Tari Likurai dikenal dengan gerakannya yang dinamis, diiringi tabuhan gendang dan gong, serta syair-syair berbahasa Tetun (bahasa lokal suku Belu), tarian ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga simbol penghormatan, persatuan, dan kebanggaan budaya masyarakat Belu. 

Kata “Likurai” sendiri berasal dari bahasa Belu, yakni li’u (kembali) dan kurai (bergembira), yang menggambarkan sukacita menyambut kepulangan seseorang. 

Menurut pendapat Roland Barthes seorang Filsuf dan kritikus sastra mengatakan bahwa tari Likurai sebagai sebuah “Teks” yang memiliki berbagai lapisan makna, termasuk simbol simbol yang terkait dengan kesukacitaan masyarakat Belu dalam menyambut tamu.

Tari Likurai dibawakan oleh 5–10 penari perempuan yang membentuk lingkaran atau setengah lingkaran, mereka mengenakan pakaian adat khas Belu, seperti kain tenun (tais) bermotif geometris, serta hiasan kepala dan pernak-pernik perak, gerakan tangan yang lentik dan hentakan kaki yang selaras menjadi ciri khas tarian ini. 

Musik pengiringnya terdiri dari alat musik tradisional seperti tihar (gendang kecil) dan gong Iramanya dimulai perlahan, lalu semakin cepat seiring dengan semangat para penari, syair yang dinyanyikan biasanya berisi pujian kepada tamu, doa, atau pesan moral.  Kombinasi musik dan gerakan Likurai mencerminkan karakter masyarakat Belu yang ramah dan bersemangat. 

Bagi masyarakat Belu, Likurai bukan sekadar tarian. Setiap gerakan dan alat musik dalam Likurai memiliki makna filosofis. Contohnya:  

1. Gerakan melingkar. Melambangkan kesatuan dan persaudaraan. 

2. Tabuhan gendang.  Menggambarkan detak jantung yang menyatukan perasaan. 

3. Syair penyambutan menjadi bentuk penghargaan terhadap tamu. 

Tarian ini juga menjadi sarana edukasi bagi generasi muda untuk memahami adat istiadat leluhur.

Di era modern, Likurai kerap ditampilkan dalam festival budaya, seperti Festival Budaya Tiga Negeri di Atambua, untuk memperkenalkan kekayaan NTT kepada dunia, walaupun terkesan tradisional, tari Likurai terus beradaptasi salah satunya dengan memadukan Likurai dengan musik modern tanpa menghilangkan esensinya. Contohnya, menggunakan alat musik elektronik namun tetap mempertahankan syair berbahasa Tetun. 

Pemerintah setempat bahkan memasukkan Likurai dalam kurikulum muatan lokal untuk memastikan tarian ini tidak punah. Selain itu, komunitas seperti Sanggar Likurai Atambua aktif mengadakan pelatihan gratis bagi anak-anak. 

Tari Likurai adalah warisan budaya yang patut dibanggakan. Keindahan gerakannya, kekayaan makna, dan semangat kebersamaan yang terkandung di dalamnya menjadi cerminan jati diri masyarakat Belu dalam melestarikan dan menjaga identitas bangsa Indonesia yang beragam.

Ditengah derasnya arus modernisasi, pelestarian tarian Likurai menjadi penting untuk menjaga indentitas budaya serta menginspirasi generasi muda agar tetap mencintai akar tradisinya, sehingga Likurai tidak sekedar tarian, melainkan jiwa yang hidup yang mengingatkan kita akan kekayaan Nusantara yang patut dijaga dan diwariskan turun-temurun. (*/janu)

RELATED ARTICLES

Terpopular